Kemiskinan secara etimologi berasal dari kata “miskin”
yang berarti tidak berharta berda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan
Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002).
Frank Ellis (dalam Suharto, 2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai
dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis. Dengan
demikian, kemiskinan secara umum dapat diartikan keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Faktor yang mempengaruhi kemiskinan :
- Faktor Individual
Terkait
dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis individu yang
miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari
individu yang miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupan.
- Faktor Keluarga
Penyebab keluarga bukan lagi
faktor individu yang sering dilontarkan oleh kelompok yang mengatakan
kemiskinan tidak akan timbul jika adanya kemauan kuat dari dirinya. Faktor ini
menghubungkan kemiskinan karena keadaan dan pendidikan keluarga.
- Faktor Kultural
Kondisi atau
kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering
menunjuk pada konsep kemiskinan kultural atau budaya kemiskinan yang
menghubungkan budaya kemiskinan dengan kebiasaan hidup. Penelitian Oscar Lewis di
Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-kultur atau kebiasaan
tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan (Suharto, 2008).
Sikap-sikap “negatif” seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak
memiliki jiwa wirausaha, dan kurang menghormati etos kerja, misalnya, sering
ditemukan pada orang-orang miskin.
- Faktor Agensi
Penyebab agensi sosial melihat
kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah,
dan ekonomi. Misalnya, keputusan pemerintahan di suatu negara untuk
berperang bisa menyebabkan turunnya kesejahteraan rakyat. Bukan hanya terjadi
pada negara yang diserangnya, melainkan berdampak besar pula terhadap negaranya
sendiri. Perekonomian dan kas negara yang seharusnya dianggarkan untuk
perekonomian, pendidikan, dan kesehatan, akan terserap untuk kebijakan perang
tersebut.
- Faktor Struktural
Menunjuk
pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible
sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai
contoh, sistem ekonomi neolibiralisme yang diterapkan di Indonesia telah
menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh,
pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal asing
untuk terus menumpuk kekayaan.
Kemiskinan
absolut adalah ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi
kebutuhan pokok minimumnya seperti sandang, pangan, permukiman, pendidikan dan
kesehatan. Kebutuhan pokok minimum diartikan sebagai ukuran finansial dalam
bentuk uang dan nilai minumum kebutuhan dasar yang dikenal dengan sebutan garis
kemiskinan. Oleh sebab itu, penduduk yang di bawah garis kemiskinan dapat
dikatakan sebagai penduduk miskin.
Kemiskinan
absolut digunakan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan dalam berbagai
sektor pelayanan publik. Penggunaan definisi absolut dalam program
penanggulangan kemiskinan karena definisi dan pendekatan yang digunakan oleh
pemerintah dapat digunakan untuk menilai efek dari kebijikan anti kemiskinan
antar waktu atau perkiraan dampak suatu proyek terhadap kemiskinan.
Jumlah penduduk adalah salah satu indikator
penting dalam suatu Negara. Jumlah penduduk merupakan input yang potensial yang
dapat digunakan sebagai faktor produksi untuk meningkatkan produksi suatu rumah
tangga perusahaan. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dalam
meningkatkan produksi suatu perusahaan, dengan jumlah penduduk yang banyak
Indonesia memiliki potensi persediaan tenaga kerja yang cukup banyak tetapi tidak
semua yang potensi tersebut dapat terserap di tiap sektor produksi sehingga
menimbulkan pengangguran. Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan
pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cendrung
menurun. Meski demikian jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan
jumlah kesempatan kerja.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar